Rabu, 22 Juni 2016

Brata Siwa Ratri




Om Swastyastu
Selamat malam umat Hindu semua, semoga kita semua selalu diberi Waranugraha dari Ida Sang Hyang Widi Wasa untuk menjalankan semua aktifitas kita sehari-hari.
Siwaratri dilaksanakan pada Prawaning Tilem Kepitu yaitu tepat pada tanggal 8 Januari 2016 pada hari Siwaratri ini rencananya PHDI akan mengadakan perayaan Siwaratri di Candi Merak karangnongko. Semoga kita semua bisa menghadirinya dan bisa memaknai Siwaratri itu sendiri.
Sifat ketuhanan beserta segala kemampuan luar biasa yang menyertainya yang ada pada diri manusia semakin hari semakin dalam terkubur karena manusia telah lupa diri, manusia telah dirasuki sapta timira, tujuh kegelapan atau sifat kemabukan yaitu Surupa yang mana manusia mabuk akan rupa yang cantik dan tampan, padahal ini sifatnya hanya sementara, sekarang cantik maka lima atau sepuluh tahun lagi semua itu akan hilang, namun sangat banyak yang masih memburu hal tersebut. Dhana yaitu kita yang takabur dan mabuk oleh kekayaan, sekarang ini bisa dikatakan mereka yang punya uang yang berkuasa, namun inipun hanya semu, tidak ada uang yang bisa menjanjikan kebahagiaan. Guna artinya lupa diri karena merasa diri lebih pintar sehingga merendahkan orang lain, namun pengetahuan itu ibarat samudera yang tanpa batas. Kulina adalah orang yang merasa diri lebih tinggi kedudukannya karena faktor keturunan, Yowana yaitu lupa diri karena masa remaja, Kasuran yaitu sifat sombong karena mabuk kemenangan dan Sura karena mabuk minumam keras.
Jika ada yang bertanya, kenapa Siwaratri dirayakan pada prawaning tilem kapitu? kenapa bukan sasih yang lain? Prawaning Tilem atau sehari sebelum tilem merupakan malam yang paling gelap dan sasih kepitu merupakan lambang sapta timira, jadi Ida Mpu Kuturan memilih Prawaning Tilem Kepitu sebagai hari perayaan Siwaratri untuk mengingatkan kita bahwa kita yang berasal dari Tuhan (siwa) telah masuk kejurang kegelapan (ratri) karena pengaruh tujuh sifat kemabukan (pitu). Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa karena pengaruh ikatan duniawi yang kuat manusia telah melupakan asal muasalnya. Karena kuatnya keinginan duniawi maka manusia akan menemuai klesa yaitu kekotoran, menuju ke papa yaitu kegelapan jiwa dan pikiran yang pada akhirya akan bermuara kepada dosa.
Mengingat kata Siwaratri pasti kita akan tertuju dengan cerita Lubdaka. Disini saya akan kembali menceritakan tentang proses Lubdaka mencapai moksa walau selama hidupnya selalu berbuat dosa. Bingung kan? Ingatlah tidak ada yang tidak mungkin dari Tuhan.
Dulu Lubdaka adalah seorang pria yang pekerjaannya berburu di hutan. Semua hewan dia buru membabi buta tanpa ada yang diberi kesempatan untuk hidup. Semua ini dilakukan untuk memenuhi kehidupannya dan anak istrinya. Saat berburupun dia tidak pernah berdoa untuk hewan yang telah dia bunuh. Selama hidupnya Lubdaka sangat jarang beribadah bahkan tidak pernah bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh Tuhan. Lubdaka selalu merasa kurang dan ingin berburu sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak mendapatkan buruan yang diinginkan maka Lubdaka akan marah-marah dan merusak tumbuhan disekitarnya.
Hingga pada suatu ketika Lubdaka sudah berjalan jauh kedalam hutan namun dia tidak mendapatkan satupun hewan buruan. Dia tidak makan maupun minum dari pagi hari. Lubdaka terus berjalan dan ingin mendapatkan buruan, dia tidak akan pulang jika tidak mendapatkan hewan buruan. Sampai sore hari dia tidak kunjung menemukan hewan satu pun. Lubdaka baru sadar kalau dia telah berjalan sangat jauh dan jika dia berjalan pulang maka tengah malam baru sampai rumah. Lubdaka pun was-was jika malam hari berjalan ditengah hutan maka dia akan menjadi bangsa bagi hewan-hewan buas.
Agar Lubdaka tidak dimangsa oleh binatang buas, dia menaiki sebuah pohon yang berada didekat kolam. Pohon tersebut adalah pohon Bilwa. Diatas pohon tersebut Lubdaka merasa kelaparan karena belum makan, dia mulai kelelahan, namun jika dia tertidur ama dia akan terjatuh dari pohon dan menjadi mangsa hewan buas dibawah sana. Sambil menunggu pagi Lubdaka memutuskan untuk memetik daun satu persatu dan dijatuhkan ke kolam tersebut. Sambil menjatuhkan daun Lubdaka mulai merenungkan perbuatannya selama ini. Dia sadar bahwa perbuatannya tersebut salah dan dia ingin bertobat kembali kejalan yang benar. Saat dia merenung Lubdaka tidak tahu kalau kolam dibawahnya tersebut didalamnya terdapat Lingga tenpat bersemayamnya dewa Siwa. Sehingga perbuatan Lubdaka yang mengakui semua kesalahannya dan ingin bertaubat didengar oleh dewa Siwa.
Saat pagi hari Lubdaka pun kembali ke rumahnya tanpa membawa hewan buruan. Sesampai di rumah dia terdia tidak marah-marah seperti biasanya. Tak berapa lama dia mengalami sakit parah dan meninggal. Saat meninggal sang dewa hendak membawa atmannya ke neraka untuk menebus dosa yang telah diperbuatnya selama ini, namun dewa Siwa datang untuk membawanya ke Surga. Dewa Siwa menolong Lubdaka karena karena pernah mendengar pertobatan dari Lubdaka.
Nah bapak ibu ingin tidak masuk Moksa? Atau ingin masuk neraka? Dari cerita tersebut kita dapat ambil intinya bahwa pada malam Siwaratri kita sebaiknya mebrata yaitu berpuasa, mejagra yaitu tidak tidur saat siang dan malam dan yang paling utama adalah mawas diri, merenungkan segala dosa yang pernah kita perbuat kemudian memikirkan untuk memperbaiki perbuatan yang kurang baik. Kita tidak hanya sampai pada merenung tapi di hari hari selanjutknya kita harus berbuat lebih baik lagi dan tidak mengulangi perbuatan yang kurang baik.
Demikian sedikit Dharma Wacana dari saya semoga kita bisa mengambil hikmah dari cerita Lubdaka dan bisa meneladani perbuatan baiknya. Jika ada salah kata dan perbuatan dalam saya berada disini saya mohon maaf.
Saya tutup dengan paramasanti.
Om Santi Santi Santi OM

1 komentar:

  1. Caesars Palace - CasinoCyclopedia - Mapyro
    The Caesars Palace Casino 동해 출장마사지 is a casino located 밀양 출장샵 in the 김포 출장안마 former Imperial 논산 출장마사지 Palace 화성 출장샵 and on the site of the former Imperial Palace. The casino has been

    BalasHapus