Om Swastyastu
Selamat malam umat Hindu semua,
semoga kita semua selalu diberi Waranugraha dari Ida Sang Hyang Widi Wasa untuk
menjalankan semua aktifitas kita sehari-hari.
Siwaratri dilaksanakan pada
Prawaning Tilem Kepitu yaitu tepat pada tanggal 8 Januari 2016 pada hari Siwaratri ini rencananya PHDI akan
mengadakan perayaan Siwaratri di Candi Merak karangnongko. Semoga kita semua
bisa menghadirinya dan bisa memaknai Siwaratri itu sendiri.
Sifat ketuhanan beserta segala
kemampuan luar biasa yang menyertainya yang ada pada diri manusia semakin hari
semakin dalam terkubur karena manusia telah lupa diri, manusia telah dirasuki
sapta timira, tujuh kegelapan atau sifat kemabukan yaitu Surupa yang mana
manusia mabuk akan rupa yang cantik dan tampan, padahal ini sifatnya hanya
sementara, sekarang cantik maka lima atau sepuluh tahun lagi semua itu akan
hilang, namun sangat banyak yang masih memburu hal tersebut. Dhana yaitu kita
yang takabur dan mabuk oleh kekayaan, sekarang ini bisa dikatakan mereka yang
punya uang yang berkuasa, namun inipun hanya semu, tidak ada uang yang bisa
menjanjikan kebahagiaan. Guna artinya lupa diri karena merasa diri lebih pintar
sehingga merendahkan orang lain, namun pengetahuan itu ibarat samudera yang
tanpa batas. Kulina adalah orang yang merasa diri lebih tinggi kedudukannya
karena faktor keturunan, Yowana yaitu lupa diri karena masa remaja, Kasuran
yaitu sifat sombong karena mabuk kemenangan dan Sura karena mabuk minumam
keras.
Jika ada yang bertanya, kenapa
Siwaratri dirayakan pada prawaning tilem kapitu? kenapa bukan sasih yang lain?
Prawaning Tilem atau sehari sebelum tilem merupakan malam yang paling gelap dan
sasih kepitu merupakan lambang sapta timira, jadi Ida Mpu Kuturan memilih
Prawaning Tilem Kepitu sebagai hari perayaan Siwaratri untuk mengingatkan kita
bahwa kita yang berasal dari Tuhan (siwa) telah masuk kejurang kegelapan
(ratri) karena pengaruh tujuh sifat kemabukan (pitu). Hal ini menjelaskan
kepada kita bahwa karena pengaruh ikatan duniawi yang kuat manusia telah
melupakan asal muasalnya. Karena kuatnya keinginan duniawi maka manusia akan
menemuai klesa yaitu kekotoran, menuju ke papa yaitu kegelapan jiwa dan pikiran
yang pada akhirya akan bermuara kepada dosa.
Mengingat kata Siwaratri pasti kita
akan tertuju dengan cerita Lubdaka. Disini saya akan kembali menceritakan
tentang proses Lubdaka mencapai moksa walau selama hidupnya selalu berbuat
dosa. Bingung kan? Ingatlah tidak ada yang tidak mungkin dari Tuhan.
Dulu Lubdaka adalah seorang pria
yang pekerjaannya berburu di hutan. Semua hewan dia buru membabi buta tanpa ada
yang diberi kesempatan untuk hidup. Semua ini dilakukan untuk memenuhi
kehidupannya dan anak istrinya. Saat berburupun dia tidak pernah berdoa untuk
hewan yang telah dia bunuh. Selama hidupnya Lubdaka sangat jarang beribadah
bahkan tidak pernah bersyukur atas karunia yang telah diberikan oleh Tuhan.
Lubdaka selalu merasa kurang dan ingin berburu sebanyak-banyaknya. Jika dia
tidak mendapatkan buruan yang diinginkan maka Lubdaka akan marah-marah dan
merusak tumbuhan disekitarnya.
Hingga pada suatu ketika Lubdaka
sudah berjalan jauh kedalam hutan namun dia tidak mendapatkan satupun hewan
buruan. Dia tidak makan maupun minum dari pagi hari. Lubdaka terus berjalan dan
ingin mendapatkan buruan, dia tidak akan pulang jika tidak mendapatkan hewan
buruan. Sampai sore hari dia tidak kunjung menemukan hewan satu pun. Lubdaka
baru sadar kalau dia telah berjalan sangat jauh dan jika dia berjalan pulang
maka tengah malam baru sampai rumah. Lubdaka pun was-was jika malam hari berjalan
ditengah hutan maka dia akan menjadi bangsa bagi hewan-hewan buas.
Agar Lubdaka tidak dimangsa oleh
binatang buas, dia menaiki sebuah pohon yang berada didekat kolam. Pohon
tersebut adalah pohon Bilwa. Diatas pohon tersebut Lubdaka merasa kelaparan
karena belum makan, dia mulai kelelahan, namun jika dia tertidur ama dia akan
terjatuh dari pohon dan menjadi mangsa hewan buas dibawah sana. Sambil menunggu
pagi Lubdaka memutuskan untuk memetik daun satu persatu dan dijatuhkan ke kolam
tersebut. Sambil menjatuhkan daun Lubdaka mulai merenungkan perbuatannya selama
ini. Dia sadar bahwa perbuatannya tersebut salah dan dia ingin bertobat kembali
kejalan yang benar. Saat dia merenung Lubdaka tidak tahu kalau kolam dibawahnya
tersebut didalamnya terdapat Lingga tenpat bersemayamnya dewa Siwa. Sehingga
perbuatan Lubdaka yang mengakui semua kesalahannya dan ingin bertaubat didengar
oleh dewa Siwa.
Saat pagi hari Lubdaka pun kembali
ke rumahnya tanpa membawa hewan buruan. Sesampai di rumah dia terdia tidak
marah-marah seperti biasanya. Tak berapa lama dia mengalami sakit parah dan
meninggal. Saat meninggal sang dewa hendak membawa atmannya ke neraka untuk
menebus dosa yang telah diperbuatnya selama ini, namun dewa Siwa datang untuk
membawanya ke Surga. Dewa Siwa menolong Lubdaka karena karena pernah mendengar
pertobatan dari Lubdaka.
Nah bapak ibu ingin tidak masuk
Moksa? Atau ingin masuk neraka? Dari cerita tersebut kita dapat ambil intinya
bahwa pada malam Siwaratri kita sebaiknya mebrata yaitu berpuasa, mejagra yaitu
tidak tidur saat siang dan malam dan yang paling utama adalah mawas diri,
merenungkan segala dosa yang pernah kita perbuat kemudian memikirkan untuk
memperbaiki perbuatan yang kurang baik. Kita tidak hanya sampai pada merenung
tapi di hari hari selanjutknya kita harus berbuat lebih baik lagi dan tidak
mengulangi perbuatan yang kurang baik.
Demikian sedikit Dharma Wacana dari
saya semoga kita bisa mengambil hikmah dari cerita Lubdaka dan bisa meneladani
perbuatan baiknya. Jika ada salah kata dan perbuatan dalam saya berada disini
saya mohon maaf.
Saya tutup dengan paramasanti.
Om Santi Santi Santi OM
Caesars Palace - CasinoCyclopedia - Mapyro
BalasHapusThe Caesars Palace Casino 동해 출장마사지 is a casino located 밀양 출장샵 in the 김포 출장안마 former Imperial 논산 출장마사지 Palace 화성 출장샵 and on the site of the former Imperial Palace. The casino has been