Om svastiastu,
Om awighnam astu namo sidham, Om anubadrah kreta wiyantu
wiswatrah, Semoga fikiran baik datang dari segala arah.
Kepada Bapak Wasi
yang saya sucikan, kepada bapak ibu yang saya hormati. Atas Asungkerta warenugrane ida Sang Hyang Widi
Wada, kita dapat berkumpul bersama-sama dalam keadaan sehat, dalam kesempatan
baik ini saya akan ber darmawacana degan tema Tattwa mengenai Hari
Raya Kuningan.
Sumber ajaranya terdapat dalam lontar dan prasasti; Lontar Siwa
Tattwa Purana” menyebutkan bahwa pada hari Wage wuku Kuningan hendaknya membuat
banten sambutan selanjutnya pada hari Senin Kliwon disebut sebagai
hari Pemacekan Agung yaitu pertemuan antara Sanghyang Siwa dengan Sanghyang
Giriputri. Pada hari sabtu Kuningan turunlah Bhatari Uma/Durga mencari
saniscara dan Bhatara Siwa menjadi Kliwon. Pada hari saniscara Kliwon hendaknya
umat membuat nasi Kuning untuk dihaturkan bagi leluhurnya dan dilarang
melakukan upacara manusia yadnya ( karena Bhatara Siwa sedang Berkasih asmara
dengan dewi Uma dan disaat itu dewi Uma sedang menjaga ketiga Dunia? Sehingga
umat dimohon untuk melakukan pemujaan agar mendapatkan anugerah
kesejahteraan/tidak boleh memada-madai dewa/ngembari
yang sedang melakukan penciptaan kebahagiaan dan jika umat melakukan upacara
manusia yadnya dikhawatirkan terkena kutukan Bhatara sehingga tidak mendapatkan
kerahayuan tetapi petaka yang dirasakan-hal ini berlaku juga bagi setiap
pelaksanaan hari-hari raya Hindu yang lain agar jangan melaksanakan upacara
manusia yadnya yang bertepatan dengan hari raya Hindu akan buruk jadinya).
Hari raya Kuningan tidak terlepas dengan hari raya
Galungan yang jatuh tepat pada Buddha Kliwon Wuku Dunggulan karena keduanya
merupakan satu paket. Sedangkan runtutan pelaksanaan Hari Raya Galungan
dan Kuningan sebenarnya dimulai semenjak Tumpek Wariga yang jatuh pada Saniscara
Kliwon Wuku Wariga dan berakhir pada Buddha Kliwon Wuku Pahang. Nilai moral
yang bisa dipetik pada pelaksanaan hari raya Galungan adalah untuk mengingatkan
mereka agar bisa hidup bahagia dan sejahtera. Mengapa diingatkan/ karena
sebenarnya manusia itu sering lupa sehingga dengan jatuhnya perayaan Galungan
akan teringatkan atas segala yang pernah dilakukan sebelumnya, dengan demikian
akan menjadi bahan evaluasi pada tahapan kehidupan selanjutnya karena
sesungguhnya tidak ada suatu keadaan itu yang langgeng. Jika keadaan sebelumnya
kehidupan kita kacau maka dengan datangnya perayaan Galungan semoga mendapatkan
inspirasi atas instropeksi diri kepada kehidupan yang lebih sempurna.
Saudara umat Hindu sedharma yang berbahagia, Yang perlu
diingtakan pada hari raya Galungan adalah untuk terus menerus berjuang untuk
memenangkan nilai moral (Dharma) dalam kehidupan ini, karena jika nilai moral
Dharma tidak tegak maka Adharma akan menguasai hidup ini sehingga derita
sengsaralah kita karena tiada tertatanya tatanan kehidupan yang harmonis. Oleh
karena itu untuk memperoleh keadaan itu, maka tahapan-tahapan sebelum Galungan
perlu dilaksanakan seperti saat Tumpek Wariga memberikan penghormatan pada
Tumbuh-tumbuhan agar lestari dan dapat dimanfaatkan pada saat upacara Galungan.
Sugihan Jawa yaitu agar senantiasa membersihkan segala keperluan lahir seperti
membersihkan Pura, Merajan, Sanggah maupun menjaga keselamatan diri menghadapi
Galungan dan pada Sugihan Bali agar senantiyasa menjaga kesucian batin yaitu
menyiapkan mental spiritual guna menghadapi sang Kala Tiga Galungan dan pada
Redite Paing melakukan Brata dengan pengekeban atau pengekangan hawa nafsu guna
menahan diri terhadap segala Emosi yang akan muncul atau selalu menjaga
ketenangan diri sedangkan pada Soma Pon melakukan penyajaan atau melakukan
brata sungguh-sungguh dan sebagainnya dengan tetap menahan nafsu lalu
diteruskan pada Anggara Wage dengan penampahan melawan puncaknya
Godaan Sang Kala Tiga yang disimbolkan dengan melakukan pemotongan hewan yang
disimbolkan pada hewan babi yaitu symbol kemalasan atau sifat-sifat Tamas yang
sangat merugikan dan memotong ayam sebagai symbol sifat Rajas yang sangat
menganggu dalam kehidupan jika tidak dikendalikan sehingga disaat Buddha Kliwon
benar-benar merupakan suatu hari yang sangat istimewa karena sudah mampu
melalui tahapan-tahapan Galungan yang selanjutnya dirayakan sebagai hari
kemenangan Dharma melawan Adharma. Bagaimana bagi mereka yang tidak dapat
melakukan tahapan-tahapan Galungan? Maka mereka tidak akan merasakan bahagia
disaat hari raya, tetapi terasa hambar dan biasa-biasa saja sehingga tidak akan
mengalami perobahan kehidupan yang berarti setelah perayaan Galungan dilalui.
Sekian pesan dharma yang dapat saya
sampaikan semoga bermanfaat untuk kita semua dan semoga kita selalu berbuat
dalam kebaikan.
Saya tutup dengan paramasanti
Om, Santi Santi Santi Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar