Om svastiastu,
Om awighnam astu namo sidham, Om anubadrah kreta wiyantu
wiswatrah, Semoga fikiran baik datang dari segala arah.
Kepada Bapak Wasi
yang saya sucikan, kepada bapak ibu yang saya hormati. Atas Asungkerta warenugrane ida Sang Hyang Widi
Wada, kita dapat berkumpul bersama-sama dalam keadaan sehat, dalam kesempatan
baik ini saya akan ber darmawacana degan tema Dahsyatnya Doa.
Selain lebih mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi,
rajin berdoa juga mampu meningkatkan keimanan. Bibit sifat baik akan berkembang
dan keseimbangan hidup pun terjadi.
Dengan berdoa, batin tenang, timbul rasa damai, lebih bijaksana,
tentram, dan keberuntungan pun mewarnai kehidupan. Sayangnya, sadar atau tidak,
kita sering lalai atau lupa berdoa. Entah apa alasannya.
Berdoa merupakan cara manusia berkomunikasi
dengan Tuhan. Intinya, kita ingin lebih mendekatkan diri, mengucap syukur,
berterima kasih, memohon bimbingan, keselamatan, dan berkah. Mungkinjuga,
berdoa digunakan sebagai sarana memohon pengampunan atas dosa yang masih
membelenggu diri.
Tak jarang pula, doa yang disampaikan
diperuntukkan bagi orang-orang yang dikasihi, memohonkan pengampunan bagi
mereka yang telah berbuat jahat, semena-mena, melakukan ketidakadilan terhadap
diri kita. Coba bayangkan, ternyata kita berdoa untuk berbagai atau begitu
banyak keperluan.
Apapun tujuan atau wujud doa yang
disampaikan, berdoa sebenarnya upaya kita memperbaiki serta memperkokoh
hubungan batin dengan Tuhan. Jika berdoa hanya untuk simbolis atau angan-angan,
ini dapat diibaratkan seperti sehelai tali plastik tipis sehingga tinggal
menunggu waktu rusak dan akhirnya putus. Tetapi bila berdoa dijadikan suatu
kewajiban bagian utama bagi kehidupan, tali plastik tipis dan rentan itu pun
perlahan-lahan dan pasti berubah menjadi tali baja yang kokoh dan kuat.
Apa yang didapatkan usai berdoa? Kedamaian
atau ketenangan hati yang tak dapat dibayar atau dibeli dengan uang. Dengan
demikian, kedamaian atau ketenangan hati merupakan kondisi karena kita berdoa.
Hanya itu saja? Tentu tidak.
Kedamaian atau ketenangan hati yang kita
dapatkan setelah berdoa tidak akan hilang atau lenyap begitu saja. Sebaliknya,
ia menetap dan bersemayam di lubuk hati paling dalam. Bila diibaratkan dengan
menanam pohon, berapa kali kita berdoa setiap han berarti telah tertanam sekian
banyak pohon. Dan waktu ke waktu, jumlahnya semakin banyak dan akhirnya mampu
menjadi pohon peneduh kedamaian dan ketenangan batin bagi diri kita.
Dalam beberapa kitab suci dinyatakan, doa
Gayatri Mantra itu sebagai “Ibu” Mantra. Mengapa? Menurut lontar Bisma Parwa,
penerima wahyu pertama Gayatri Mantra adalah Maha Rsi Wiswamitra. Gayatri
Mantra merupakan mantra weda yang sangat mulia. Mantra ini berjumlah 24 huruf.
Ada 19 kategori tentang sesuatu atau benda
yang bergerak maupun tidak bergerak di dunia ini. Jika ditambahkan dengan lima
unsur panca maha butha maka terbentuklah 24 huruf Gayatri Mantra yang mencakup
seluruh Alam Semesta. Sewaktu teijadi pertempuran Tri Pura Dahana, pertempuran
antara para Dewa dengan raksasa, Dewa Siwa menggantungkan bait-bait suci ini di
atas keretanya untuk dipakai sebagai pelindung (kober).
Tertera pada lontar Nawama Skandha Dewi
Bhagawatha, jika seseorang melantunkan doa Gayatri Mantra secara terus-menerus,
dia akan dibebaskan dari semua dosa-dosanya. Mekanisme cara pengucapannya
dengan menggunakan karamala (hand rosary) yang terbuat dan biji bunga teratai
putih.
Pada zaman Adi Parwa, ada danawa (asura)
bernama Aruna memiliki kerajaan Patala (bumi bawah). Dia melakukan tapa sangat
berat. Sewaktu bertapa, mantra yang selalu diucapkan adalah Gayatri Mantra
dengan waktu sangat lama. Begitu khusyuk ia bertapa sehingga Dewa Brahma
menganugerahkan kesaktian. Aruna tidak bisa mati di medan peperangan.
Karena diberi kesaktian tersebut, Aruna
menjadi sombong dan arogan. Dia pergi meninggalkan kerajaannya yang berada di
bumi bawah, lalu muncul ke permukaan bumi dan menantang kesaktian Dewa Indra.
Para Dewa mengutus Rsi Brhaspati (pendeta para dewa) meminta atau menarik
Gayatni Mantra yang merupakan kesaktian Aruna.
Akhirnya Dewi Gayatri mengirimkan ribuan
tawon buat menyerang membinasakan Aruna. Aruna pun terbunuh bukan dengan senjata,
melainkan karena serbuan tawon. Satya Narayana berpesan: “biasakanlah bangun pagi
dengan mengingatkan pikiran pada motto: “Tidur lebih awal dan bangun lebih pagi
membuat manusia sehat, makmur, dan bijaksana”. Bangunlah pada saat Brahma
muhurtham (jam 03.00 – 06.00 pagi) untuk berdoa. Ini dianggap sebagai waktu
Brahma dan waktu paling suci.
Satya Narayana menambahkan lagi, siapa pun
yang mengingat Tuhan pada saat menjelang ajal dengan napas terakhir, siapa pun
yang mengucapkan nama Tuhan di bibirnya sesaat sebelum mati, akan mencapai
Brahman. Ia akan menyatu dengan-Nya. ini pernyataan Sri Krishna dalam Bhagavad
Gita.
Seorang manusia yang lebih terikat pada
dunia materi daripada Ilahi, tidak akan pernah menyebut nama Tuhan dengan napas
terakhirnya. Untuk mengucapkan nama suci Tuhan, seluruh hidup kita harus
menjadi sadhana yang disiplin dan pemuja yang baik, bukan hanya sesaat
menjelang ajal.
Sekian pesan dharma yang dapat saya
sampaikan semoga bermanfaat untuk kita semua dan semoga kita selalu berbuat dalam
kebaikan.
Saya tutup dengan paramasanti
Om, Santi Santi Santi Om
Tidak ada komentar:
Posting Komentar